Cari Blog Ini

PUISI UNTUK NEGRI


KEMEWAHAN DIATAS PENDERITAAN
Naga-naga perusahaan asing
Melalap warung-warung kopi di tepian jalan
Menghancurkan perusahaan- perusahan gurem
Yang tiada kuat bersaing dengan keganasan
 kapitalisme
Mengapa memasukinya sayang ?
Itu, restauran-restauran mewah
Penyumbang dolar bagi negrinya sendiri
Penyumbang emas bagi kaumnya sendiri

Tiada malu kiranya dikau !
Memesan makanan dari dunia kesengsaraan
Sa’at beribu –ribu jiwa tak dapat makanan
Sa’at beratus-ratus anak makan diatas got-got mampet

Tiada malu kiranya dikau
Memesan mobil mewah diatas dunia bencana
Sa’at anak-anak berlarian berjualan koran di-
 jalan raya
Bermain dengan bahaya dan bencana

Tiada malu kiranya dikau
Membangun istana-istana mewah
Sa’at anak-anak berteduh di bawah atap-atap kardus
Menggigil kedinginan dan menggeliat kepanasan

                   Malang, Januari 2002


BUSUK

Bau busuk negri ini
Menyebar ke mana-mana
Bau busuk negri ini
Tetesan darah sia-sia para syuhada
Bau busuk negri ini
Ceceran sia-sia rahmat Ilahi

Januari  2005


Upside Down

Negri ini negri impian
Bagi penghamba nafsu
Negri ini negri  madu
Bagi pencari dolar
Negri ini negri kebebasan
Bagi pencuri dan koruptor
Tapi
Negri ini adalah negri kesedihan
Bagi kebenaran dan kejujuran
Nurani tak lagi berfungsi
Di tengah-tengah kegilaan
Demi kursi dan sesuap nasi
Korbankan kekayaan jiwa



                                       MALANG, Mei 2004


Wajah-Wajah Pengungsi


Di sana di mobil itu
Disana di masjid itu
Ribuan pengungsi memenuhi jalan-jalan
Pemuda-pemuda tanggung
Bernapas panas karena dendam
Pemuda-pemuda tanggung
Berhati gamang karena kesedihan
Pemuda-pemuda tanggung
Tertatih-tatih di tengah keramaian kota
Di tengah-tengah mall
Yang berdiri megah tiada peduli
Di tengah-tengah kucuran hutang
Milyaran dolar bagi para koruptor
Pemuda-pemuda tanggung
Yang tak memiliki harapan
Di tengah-tengah kegalauan
Bangsa yang carut marut
Pemuda-pemuda tanggung
Yang tak memilki harapan
Di tengah-tengah jurang
Yang menganga semakin lebar
Antara yang kaya dan yang miskin
Antara yang pandai dan yang bodoh
Antara yang peduli dan tak acuh
Antara yang bermoral dan amoral
Antara yang gemerlap dan yang kumuh
Pemuda-pemuda tanggung duduk termenung
Tiada harapan kecuali dendam yang membara
Dalam api kefrustasian hidup
                  


  intannurani, Bogor, 2001



E p i s o d  K e a d i l a n



Luka hati tertoreh-toreh
Keadilan telah lenyap, hangus
Dari seluruh penjuru negri
Tiada lagi bisikan keadilan
Tiada lagi nurani tergetar karenanya
Di tengah-tengah kekacauan dan kerusuhan
Lagu-lagu keadilan terdengar
Sayup-sayup penuh kemunafikan
Ini bukan negri cahaya
Yang dinaungi ayat-ayat suci
Srigala dan macan berkeliaran
Siap menyantap siapa saja
Yang enggan menghiasi dadanya dengan iman


intannurani,April, 2004



















PUISI ISLAMI

        TAFAKKUR

Kubersimpuh di kaki langit-Mu
Kupandang cakrawala biru
Kugapai merah lembayung senja
Dengan hati yang selalu berqasidah
Memohon karunia-Mu Rabbi
Membebaskan hati dari isapan darah permusuhan
Menyanyikan lagu persatuan nan indah
Senandungkan lagu-lagu lembut dan manis bagai madu

         Singkirkan cahaya-cahaya palsu

Yang menghasilkan mutiara-mutiara imitasi
Lantunkan kecapi-kecapi jenius
Yang lahirkan rahmat bagi hati alam semesta

Taburkan bunga-bunga melati

         Yang menyebarkan harum kasturi

Agar mampu membalut kemelut
Dengan kain sutra keabadian

                                               Intannurani,Malang, Juli 2001
puisi ini di tulis ketika hati ini sangat cenderung pada ta'assub kelompok, dimana masing masing kelompok merasa dirinya benar dan menyalahkan kelompok lain, mau tidak mau orang yang masuk dalam kelompok tersebut ikut masuk dalam benih benih ta'assub yang di larang oleh Allah, maka kuingin membebaskan diriku dari perasaan itu yang mengepung jiwaku.




KETULUSAN


Tuhan,
Dimana kucari ketulusan itu
Tuhan
Dimana kucari keikhlasan itu
Tuhan
Dimana kucari kemurnian itu
Tuhan
Dimana kucari jejak suci itu

Kuberkelana seribu langkah
Kumenoleh kanan dan kiri
Kuteropong pusat kebajikan
Tiada kutemui orang berhati manusia
Tiada kudapati Ruh Adam dalam dadanya
Hanya ada kepalsuan yang membakar kebajikan


                                                   
                                                            intannurani, malang, 12 februari  2003
puisi ini kutulis ketika aku memasuki dunia politik, aktif dalam kemelut perpolitikan yang seru, dimana satu sama lain ingin saling menjatuhkan karena ambisi yang mengotori jiwa, tiada tampak ketulusan dimana mana sehingga puisi Muhammad Iqbal merasuki jiwaku, seolah olah tiada lagi ketulusan dan kesucian dimuka bumi ini.


 

UMMAT


Tuhan !

Apa dosa kami
Hingga kami menjadi ummat yang  bodoh,
Miskin  dan terhina

Padahal Kau  Maha Kaya
Padahal Kau  Maha Mulia
Kami injak-injak harkat diri dengan kebodohan
Kami peluk-peluk guling kemiskinan dengan nyaman
Kami timang-timang kehinaan dengan sayang
Seolah-olah memang kehendak-Mu
Kami miskin, sengsara dan terhina
Oh Tuhan pemilik segala
Tiupkan ruh Kemuliaan dan Keperkasaan -Mu
Agar selubung-selubung kehinaan menjauh
Menjadi milik para monster-monster asing


                                                         INTANNURANI, Malang, 26 November 2002
puisi ini ditulis karena kecewa melihat kebodohan dan kemiskinan yang menimpa ummat islam di mana mana, dan kapan Rahmat Allah yang Maha Kuasa itu meliputi kita ummat islam, apakah layak kita menerima rahmat Allah yang Maha Besar itu.






PERTARUNGAN

  Oh jiwaku yang tergadai dalam kesesatan
Ribuan putar angin puyuh mengepungnya
Letih hati berperang melawan nafsu
Darah pahlawan hati tercecer-cecer
Kalah dan menang silih berganti
Pertarungan hampir-hampir melemparku ke bara api
Oh, siapakah dikau
Yang menduduki hatiku
Bersarang bertelur dan beranak pinak didalamnya
Begitu kejam membakar bara didalamnya
Tak kukenali lagi lambaian-lambaian suci
Tak kukenali lagi perjuangan-perjuangan kebenaran
Tak kukenali lagi kehormatan dan kemuliaan Islam
Tak kukenali . . . . . tak kukenali lagi siapa diriku
Datanglah . . . . datanglah wahai cahaya
Peluklah . . . . peluklah aku wahai kebenaran
Jangan pernah berpaling sekejappun
Dari pandanganku
Agar harum taman Firdaus tercium selalu

                                                        intannurani, Malang, pebruari 2001
kutulis puisi ini ketika hatiku sangat terganggu oleh godaan syaithan, sehingga melupakan segalanya, melupakan segala kebajikan dan perjuangan yang sedang kutapaki.kegelisahan hidup telah menyelimuti seluruh diri.




BISIKAN  SYAITHAN


Syaithan melahap hatiku 

Dan mengunyahnya sampai lumat

Bisikan-bisikannya menjalari seluruh aliran darahku
Bagai badai ia menyerbu
Mengombang ambingkan hidupku
Hingga tiada lagi
Getaran asma Allah didalamnya
Segala amal menjadi hampa dan sia-sia
Pesona surgawi bukan lagi
Menjadi tujuan hidup
Kemewahan dunia tampak indah dan mempesona
Kemaksiatan tampak ringan dan menyenangkan


                                                                   IntannuraniMalang, Desember  2001
kutulis puisi ini ketika hati diliputi godaan syaitan yang sangat kuat, seolah olah syaitan itu menduduki hatiku jiwaku , sehingga hati ini tiada lagi sinar dan kelapangannya sehingga hidup menjadi gelisah dan hampa, mengejar sesuatu yang bersifat fatamorgana.

                   


GETARAN IMAN

Sungguh tiada ketemui
Hati yang masih bergetar
Di padang gersang ini
Kecuali oleh pesona kecantikan dunia
Dimana getar itu………?
Dimana keberanian itu…….?
Dimana kepedulian itu……?
Dimana……, dimana……?
Kau simpan harta kekayaan-Mu?

ontologi puisi " Sekuntum Mawar Buat Mujahid "


                                               MATAHARI DAN BULAN GEMETAR

Wahai ummat!
Kapan matahari dan bulan gemetar?
Karena takwamu
Kapan serigala-serigala menangis ?
Ketika kau berdiri di tengah-tengah padang
Kapan domba-domba mengikuti-Mu ?
Ketika kau pamerkan diri
Sebagai pembawa arys Tuhan yang agung
Kapan sinar keagungan Tuhan nampak ?
Tidak hanya di masjd-masid
Kapan Tuhan kan turun ?
Ketika mendengar do’a dan dzikir hamba-hamba-Nya
Tuhan tak hendak mendekat
Pada cahaya pribadi yang buram
Karena kurang tempaan ilmu dan dzikir
Walau singa-singa Tuhan siap siaga
Membela keagungan arys
Namun singa tetaplah singaTak punya kebijakan
Merangkul sahabat


                                                                                                       Malang, 24 Juni 2001
puisi ini lahir karena kerinduan terhadap adanya pribadi pemuda pemuda muslim yang seharusnya mampu menggetarkan musuh musuh mereka, mampu mengalahkan arogansi asing yang mengepung negri ini , dan mampu mengatasi persoalan persoalan dalam negri  , namun kenyataannya pemuda pemuda kita memiliki pribadi yang lemah , yang mudah goyah dan kurang mendekat kepada Allah , yang menyebabkan pertolongan Allah tidak datang ( intannurani )



GETAR PERSAHABATAN
Getar persahabatan ini, melambai-lambai
Seolah-seolah sutra
Yang khan merajut ukhuwah
Getar persahabatan ini, mendayu-dayu
Seolah-olah melodi dari dunia ghaib
Getar persahabatan ini
Bagai cahaya
Bertaburan kesegenap penjuru
Getar persahabatan ini
Bagai melati suci
Menyebar harum kesegenap penjuru
Getar persahabatan ini
Bagai air mawar
Menyiram cinta di kalangan singa-singa
Getar persahabatan ini
Menderu-deru
Seolah-olah badai,
Yang khan menggulung kedzaliman
Getar persahabatan ini
Mabuk kepayang
Bagai pasukan hilang kendali
Getar persahabatan ini
merah menyala
seolah-olah khan menumbangkan
singgasana arogan
                                                                           Malang, September 2004

puisi ini ditulis ketika persahabatan kami sangat erat sekali dalam suatu halaqah yang sangat indah dengan ukhuwah yang erat, seolah olah persahabatan ini akan langgeng terus dan bersiap siap untuk melibas segala kedholiman yang ada di negri ini, dimana jiwa jiwa kami ditempa dengan idealisme yang tinggi untuk memperbaiki segala sesuatu yang salah di negri ini. ( intannurani )
GENERASI RABBANI

Getar persahabatan ini menggelora
Bagaikan lahar khan menyuburkan amal
Walau asal kita beda
Walau ilmu kita beragam
Tak halangi langkah
Tuk bersatu dalam dakwah
Binar-binar cerah mentari pagi
Terangi sudut-sudut jiwa
Harap akan generasi baru
Yang dicintai Allah
Dan Allah mencintainya
Lewat tangan-tangan dingin bercahaya
Tempa generasi rabbani
Duduk melingkar
Berdiskusi bersama
Berdzikir bersama
Berda’wah  dan berjuang bersama
Menapaki jalan-jalan ke Firdaus
Bergandengan meniti shirotol mustaqim
Dengan keringat, darah dan air mata
Bercucuran diatas do’a para sahabat
Dan handai taulan
Mari bergabung
Dengan jama’ah Rabbani
“ sesungguyhnya Allah telah
membeli orang-orang mukmin
harta dan jiwa-jiwa mereka dengan syurga”


Malang, Juli 2004
puisi ini lahir karena kerinduan akan adanya suatu generasi yang dicintai oleh Allah dan mereka mencintai Allah , yang mau mengorbankan dirinya untuk memperjuangkan eksistensi islam di negri ini, karena sesungguhnya sebagai seorang mukmin, diri diri kita telah dibeli oleh Allah dengan syurga yang agung 


GETARAN IMAN

Sungguh tiada ketemui
Hati yang masih bergetar
Di padang gersang ini
Kecuali oleh pesona kecantikan dunia
Dimana getar itu………?
Dimana keberanian itu…….?
Dimana kepedulian itu……?
Dimana……, dimana……?
Kau simpan harta kekayaan-Mu?
Mana singa-singa yang kan kalahkan
arogansi barat
Mana otak otak yang kan lahirkan
pengetahuan baru
Mana kearifan yang kan padamkan
kerusuhan dan terorisme

                    malang, januari 2002.



PUISI PUISI CINTA


CINTA DARI DUNIA GHAIB

Cintaku tiada dibuat-buat
Cintaku tiada dicari-cari
Ia lahir dari alam tiada bertepi
Melewati batas ruang dan waktu
Tradisi dan kebudayaan
Cintaku tak menuntut balasan
Dari manusia yang sangat nisbi
Dengan wajah dan pribadi linglung
Membingungkan sang pencari jalan ruhani
    Cintaku tiada dibuat-buat
Cintaku tiada dicari-cari
    Ia keindahan yang lahir dari dunia ghaib
Mematri jiwa dengan pesona abadi
Menampakkan kilauan wajah sahabat
Dalam pancaran sinar Tuhan
Cintaku tiada dibuat-buat
Cintaku tiada dicari-cari
Ia hanya sapaan mesra
Dari kekasih abadi
Ia hanya kilatan cahaya
Dari dzat Yang Maha Indah

Malang, 4 September 2001

NILAI PERSAHABATAN

Wahai diri
Adakah musim semi telah berlalu ?
Hingga engkau tinggalkan aku begitu saja
Dada berguncang kucurkan air mata kesedihan
Mengisap racun dari badai cinta
Menenggelamkanku dalam laut kesunyian
Badai bergolak dalam nurani
Alangkah mahal harga kemurnian
Alangkah mahal harga persahabatan
Yang menyampaikan pada Kekasih
Agar kuteguk air cinta-Nya
Agar kutatap wajah emas-Nya
Dalam keta’ajuban di atas keta’ajuban
Malang, 22 Juli 2001

MELEPAS CINTA

Hati yang telah mengenal cinta
Tak kan mau melepaskannya
Keindahan telah mengusap
Hati dan sudut-sudutnya
         Kubuang dikau dalam pengembaraan
         Kekosongan sungguh menyakitkan
         Merobek-robek hati yang manis ini
         Tanpa mengucapkan selamat tinggal

Jakarta, Februari 2001

PADU PADAN

Tuhan, Dikau tunjukkan sahabat
Ia begitu mulia tak tersentuh dosa
Bagai pualam mengkilat wangi
Dosa baginya bagai seutas rambut  di air susu murni
        Diriku penuh noda dan dosa
        Dengan apa kubasuh hatiku yang berdebu
        Hingga Tuhan enggan menyapaku
        Kecuali lewat dikau sahabat
Dapatkah rintihan tangis nan rindu cahaya
Menggosok pribadi di batu Tuhan
Agar kilauan perak pribadi
Menghapus noda di depan Sultan Keabadian
        Hingga persahabatan menjadi padan
        Engkau, aku, dan sahabat-sahabat tercinta
        Menjadi ruh-ruh yang bermesraan
        Dalam menatap ta’ajjub cahaya Tuhan

Firdaus, 20 Juli 2001


MANISNYA CINTA

Oh manisnya cinta
Sebagai makanan jiwa
Tetapi terlalu mahal harganya
Tak dapat dibeli
Walau dengan pengorbanan

Firdaus, Januari 2001


PERJAMUAN

Terima kasih kekasih
Telah menghidupkan hatiku yang telah mati
Perjamuanmu sungguh indah
Menbuat laut nuraniku bergolak
Melahirkan mutiara-mutiara jiwa
Yang sarat dengan kerinduan
Menggapai kegembiraan ruhani

Malang, 20 Juli 2001